Masjid merupakan sarana penting yang wajib dan mesti ada di setiap daerah. Kehadiran Masjid di suatu daerah sangat menunjang untuk kegiatan keagamaan, social maupun sebagai media silaturahim antar masyarakat.
Namun ketika masjid terlihat sepi jamaah, dan keadaan mulai terasa ketidaknyamanan yang dirasakan para jamaah tentunya ada banyak penyebabnya. Masyarakat yang perlahan “meninggalkan” masjid perlu digaris bawahi untuk dibahas lebih dalam.
Banyak faktor yang menyebabkan suatu masjid sepi jamaah, diantaranya karena masjid hanya dijadikan sebagai tempat ibadah semata. Padahal jika menengok ke jaman Rasulullah dulu masjid bukan lah semata tempat untuk beribadah.
Pada zaman Rasulullah, masjid juga mempunyai banyak fungsi demi kemaslahatan umat. Masjid juga dibangun tak jauh dari lokasi aktivitas sosial umat. Masjid di samping tempat menyelesaikan berbagai persoalan umat juga menjadi pusat pemberdayaan masyarakat.
Masjid digunakan sebagai tempat membangun ekonomi dan kesejahteraan melalui baitulmal, dari masjid dikembangkan berbagai kegiatan yang mengarah pada terwujudnya masyarakat madani.
Dilatar belakangi pertumbuhan ekonomi syari’ah yang “baru” pada kisaran
4 % sebenarnya pembangunan ekonomi sya’riah, ekonomi yang berorientasi ummat sangatlah potensial dimulai dari masjid-masjid.
Masjid yang setiap hari 5 kali dikunjungi banyak masyarakat sangatlah potensial untuk menjadi penggerak/motor pembangunan ekonomi syari’ah. Disamping itu pembangunan Badan Usaha Masjid juga akan menjadi solusi untuk kemaslahatan Ummat.
Kita sama-sama telah mengetahui bahwasanya pemerintah sampai saat ini “masih gagal” dalam mengatasi kemiskinan. Disamping peran pemerintah yang dituntut mengatasi masalah yang serius itu, peran masyarakat juga sangatlah dibutuhkan.
Mereka masyarakat yang diberi kelebihan rezeki oleh Allah atau pun kita semua harus sadar akan masalah ini. Shodaqoh dan Zakat menjadi salah satu medianya. Al_Qur’an sendiri telah menjelaskan kepada kita tentang urgensi zakat dan shodaqoh.
LAZISWAF ( Lembaga Amil Zakat, Infaq, Shodaqoh, dan Wakaf ) seharusnya lebih dimaksimalkan di setiap masjid. Tidak hanya menggalakan semarak shodaqoh menjelang ramadhan saja, akan tertapi LAZISWAF ini harus di maksimalkan setiap waktu.
Mengenai Zakat, masih sedikit kesadaran masyarakat untuk menunaikan zakat. Zakat tidak hanyalah zakat fitrah yang disalurkan pada bulan ramadhan, masih da zakat yang lain yang sebaiknya ditunaikan oleh mereka.
Tetapi pada faktanya, hanya zakat fitrah saja yang umumnya mereka tunaikan, padahal masih ada zakat maal atau zakat penghasilan yang sebaiknya ditunaikan .
Disinilah peran LAZISWAF diharapkan untuk menggalakan semangat bershodaqoh dan menunaikan zakat. Tidak hanya itu, SDM yang ada didalamnya haruslah orang yang ahli dibidangnya. Pengalaman menagatakan dimasjid-masjid pada umumnya menempatkan SDM bukan karena kemampuan dibidangnya, melainkan mereka yang mempunyai nama/keturunan keluarga dan culture budaya yang kuat di daerahnya.
Disamping pemaksimalan LAZISWAF masjid, pengembangan ekonomi masjid tidak lepas dari peran DKM (Dewan Kesejahteraan Masjid) itu sendiri yang mungkin LAZISWAF, dan Pendirian Badan Usaha Masjid masuk didalam programnya.
DKM masjid juga tidak bisa dilepaskan dari peran SDM didalamnya. Lagi, pengalaman berbicara SDM yang berada didalamnya adalah SDM yang mempunyai factor keturunan dan culture budaya yang kuat di daerahnya sehingga masyarakat sekitar percaya karena nama nya dan mengesampingkan kemampuan SDM tersebut.
Selain pemaksimalan DKM dan LAZISWAF, guna menarik kembali minat jamaah untuk sholat berjamaah di masjid harus ditekankan. Mulai dari pemilihan imam dan inovasi program program yang diadakan masjid juga harus kreatif dan memberikan interest kepada masyarakat.
Khusus untuk pemilihan imam,ini menyangkut serius untuk kepercayaan masyarakat itu sendiri. Lagi-lagi pengalaman mengatakan imam yang memimpin sholat dan memberikan tausyiah terkadang tidak memiliki bacaan qur’an yang sesuai tahsin dan tajwid, pemahaman dan fikih mereka juga kurang. Lalu apa yang menyebabkan mereka selalu terpilih dan dipercaya untuk menjadi Imam?? Ya, factor culture dan keturunan membuat mereka “memonopoli” jadwal imam di masjid.
Padahal disekitarnya masih banyak SDM yang mempunyai bacaan qur’an yang bagus serta pemahaman tentang agama yang mendalam, merekalah sebetulnya yang lebih layak untuk dipercaya menjadi imam.
Jika ketiga elemen tersebut sudah maksimal maka jamaah masjid pun tidak akan sepi. Memanfaatkan Jamaah yang tidak sepi inilah peluang untuk mendirikan Badan Usaha Masjid potensial untuk dikembangkan.
Tentunya berdasarkan landasan ekonomi yang berorientasi ummat dan untuk kemaslahatan ummat badan usaha yang harus didirikan.
Baitul Maal, Koperasi, Toko, siaran Radio/website adalah beberapa badan usaha yang bisa dijadikan Badan Usaha Masjid.
LAZISWAF dan DKM sebagai pondasi pengembangan ekonomi berbasis masjid dan Baitul Maal sebagai solusi untuk keuangan masyarakat, koperasi dan Toko solusi untuk kebutuhan masyarakat dan siaran Radio/website untuk media dakwah dan syi’ar yang lebih luas.
Beberapa elemen tersebut tentunya harus mempunyai landasan pemikiran berorientasi ummat dan untuk menjadi solusi dari peliknya masalah kemiskinan.
Ketika semua elemen yang telah disebutkan diatas bersatu dan jamaah masjid yang tidak sepi bukan tidak mungkin kembalinya fungsi masjid yang sebenarnya seperti zaman Rasulullah sebagai pusat kegiatan dan ekonomi masyarakat akan terwujud.
Dan secara otomatis jika setiap masjid yang telah menerapkan ekonomi berorientasi ummat dan pemaksimalan program-program didalamnya maka pertumbuhan ekonomi syari’ah akan melesat.
Data menyebutkan terdapat sekitar 300 ribu masjid dan diperkirakan akant terus bertamabah yang ada diseluruh nusantara. Bisa dibayangkan jika semua menerapkan ekonomi berbasis masjid dan berorientasi ummat berapa persen lesatan perkembangan ekonomi syari’ah di Indonesia.
Namun ketika masjid terlihat sepi jamaah, dan keadaan mulai terasa ketidaknyamanan yang dirasakan para jamaah tentunya ada banyak penyebabnya. Masyarakat yang perlahan “meninggalkan” masjid perlu digaris bawahi untuk dibahas lebih dalam.
Banyak faktor yang menyebabkan suatu masjid sepi jamaah, diantaranya karena masjid hanya dijadikan sebagai tempat ibadah semata. Padahal jika menengok ke jaman Rasulullah dulu masjid bukan lah semata tempat untuk beribadah.
Pada zaman Rasulullah, masjid juga mempunyai banyak fungsi demi kemaslahatan umat. Masjid juga dibangun tak jauh dari lokasi aktivitas sosial umat. Masjid di samping tempat menyelesaikan berbagai persoalan umat juga menjadi pusat pemberdayaan masyarakat.
Masjid digunakan sebagai tempat membangun ekonomi dan kesejahteraan melalui baitulmal, dari masjid dikembangkan berbagai kegiatan yang mengarah pada terwujudnya masyarakat madani.
Dilatar belakangi pertumbuhan ekonomi syari’ah yang “baru” pada kisaran
4 % sebenarnya pembangunan ekonomi sya’riah, ekonomi yang berorientasi ummat sangatlah potensial dimulai dari masjid-masjid.
Masjid yang setiap hari 5 kali dikunjungi banyak masyarakat sangatlah potensial untuk menjadi penggerak/motor pembangunan ekonomi syari’ah. Disamping itu pembangunan Badan Usaha Masjid juga akan menjadi solusi untuk kemaslahatan Ummat.
Kita sama-sama telah mengetahui bahwasanya pemerintah sampai saat ini “masih gagal” dalam mengatasi kemiskinan. Disamping peran pemerintah yang dituntut mengatasi masalah yang serius itu, peran masyarakat juga sangatlah dibutuhkan.
Mereka masyarakat yang diberi kelebihan rezeki oleh Allah atau pun kita semua harus sadar akan masalah ini. Shodaqoh dan Zakat menjadi salah satu medianya. Al_Qur’an sendiri telah menjelaskan kepada kita tentang urgensi zakat dan shodaqoh.
LAZISWAF ( Lembaga Amil Zakat, Infaq, Shodaqoh, dan Wakaf ) seharusnya lebih dimaksimalkan di setiap masjid. Tidak hanya menggalakan semarak shodaqoh menjelang ramadhan saja, akan tertapi LAZISWAF ini harus di maksimalkan setiap waktu.
Mengenai Zakat, masih sedikit kesadaran masyarakat untuk menunaikan zakat. Zakat tidak hanyalah zakat fitrah yang disalurkan pada bulan ramadhan, masih da zakat yang lain yang sebaiknya ditunaikan oleh mereka.
Tetapi pada faktanya, hanya zakat fitrah saja yang umumnya mereka tunaikan, padahal masih ada zakat maal atau zakat penghasilan yang sebaiknya ditunaikan .
Disinilah peran LAZISWAF diharapkan untuk menggalakan semangat bershodaqoh dan menunaikan zakat. Tidak hanya itu, SDM yang ada didalamnya haruslah orang yang ahli dibidangnya. Pengalaman menagatakan dimasjid-masjid pada umumnya menempatkan SDM bukan karena kemampuan dibidangnya, melainkan mereka yang mempunyai nama/keturunan keluarga dan culture budaya yang kuat di daerahnya.
Disamping pemaksimalan LAZISWAF masjid, pengembangan ekonomi masjid tidak lepas dari peran DKM (Dewan Kesejahteraan Masjid) itu sendiri yang mungkin LAZISWAF, dan Pendirian Badan Usaha Masjid masuk didalam programnya.
DKM masjid juga tidak bisa dilepaskan dari peran SDM didalamnya. Lagi, pengalaman berbicara SDM yang berada didalamnya adalah SDM yang mempunyai factor keturunan dan culture budaya yang kuat di daerahnya sehingga masyarakat sekitar percaya karena nama nya dan mengesampingkan kemampuan SDM tersebut.
Selain pemaksimalan DKM dan LAZISWAF, guna menarik kembali minat jamaah untuk sholat berjamaah di masjid harus ditekankan. Mulai dari pemilihan imam dan inovasi program program yang diadakan masjid juga harus kreatif dan memberikan interest kepada masyarakat.
Khusus untuk pemilihan imam,ini menyangkut serius untuk kepercayaan masyarakat itu sendiri. Lagi-lagi pengalaman mengatakan imam yang memimpin sholat dan memberikan tausyiah terkadang tidak memiliki bacaan qur’an yang sesuai tahsin dan tajwid, pemahaman dan fikih mereka juga kurang. Lalu apa yang menyebabkan mereka selalu terpilih dan dipercaya untuk menjadi Imam?? Ya, factor culture dan keturunan membuat mereka “memonopoli” jadwal imam di masjid.
Padahal disekitarnya masih banyak SDM yang mempunyai bacaan qur’an yang bagus serta pemahaman tentang agama yang mendalam, merekalah sebetulnya yang lebih layak untuk dipercaya menjadi imam.
Jika ketiga elemen tersebut sudah maksimal maka jamaah masjid pun tidak akan sepi. Memanfaatkan Jamaah yang tidak sepi inilah peluang untuk mendirikan Badan Usaha Masjid potensial untuk dikembangkan.
Tentunya berdasarkan landasan ekonomi yang berorientasi ummat dan untuk kemaslahatan ummat badan usaha yang harus didirikan.
Baitul Maal, Koperasi, Toko, siaran Radio/website adalah beberapa badan usaha yang bisa dijadikan Badan Usaha Masjid.
LAZISWAF dan DKM sebagai pondasi pengembangan ekonomi berbasis masjid dan Baitul Maal sebagai solusi untuk keuangan masyarakat, koperasi dan Toko solusi untuk kebutuhan masyarakat dan siaran Radio/website untuk media dakwah dan syi’ar yang lebih luas.
Beberapa elemen tersebut tentunya harus mempunyai landasan pemikiran berorientasi ummat dan untuk menjadi solusi dari peliknya masalah kemiskinan.
Ketika semua elemen yang telah disebutkan diatas bersatu dan jamaah masjid yang tidak sepi bukan tidak mungkin kembalinya fungsi masjid yang sebenarnya seperti zaman Rasulullah sebagai pusat kegiatan dan ekonomi masyarakat akan terwujud.
Dan secara otomatis jika setiap masjid yang telah menerapkan ekonomi berorientasi ummat dan pemaksimalan program-program didalamnya maka pertumbuhan ekonomi syari’ah akan melesat.
Data menyebutkan terdapat sekitar 300 ribu masjid dan diperkirakan akant terus bertamabah yang ada diseluruh nusantara. Bisa dibayangkan jika semua menerapkan ekonomi berbasis masjid dan berorientasi ummat berapa persen lesatan perkembangan ekonomi syari’ah di Indonesia.
0 komentar:
Posting Komentar